I. PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
Uji kekebalan enzimatis sering kali disebut enzyme-linked immuno-sorbent assay (ELISA) yang menghubungkan spesifitas antibodi dengan kepekaan uji enzimatis dengan spektrofotometer biasa atau antigen dilekatkan pada enzim yang mudah ditera (Sudarmadji, 1996). Ciri utama dari teknik ini adalah dipkai indikator enzim untuk reaksi imunologi. Penggunaan reaksi antigen-antibodi sebagai alat analisis telah menimbulkan revolusi dalam berbagai ilmu – ilmu biomedis. Reaksi ini tidak hanya bermanfaat untuk mendiagnosis penyakit infeksi dengan cara mendeteksi respons antibodi, tetapi telah digunakan pula secara meluas untuk mendeteksi antigen seperti hormon.
Pemahaman mengenai proses reproduksi telah meningkat secara nyata pada kurun waktu 20 tahun terakhir, sebagian besar karena teknik analisis tersebut telah memungkinkan pengukuran kadar hormon dalam cairan tubuh hewan dalam berbagai kondisi fisiologis. Akhir-akhir ini telah diselidiki berbagai penanda seperti enzim, ko-enzim, zat warna flourosen, substrat flurogenik, senyawa penghasil kemiluminesen, bakteriofag, dan manik – manik polistiren.
ELISA telah terbukti cocok untuk menggantikan teknik Radioimmunoassay (RIA) yang memiliki berbagai kelemahan. Pendekatan ELISA ini memiliki berbagai keunggulan dibandingkan RIA antara lain: tidak perlu menggunakan bahan radioaktif, label yang stabil sehingga dapat disimpan lebih lama, deteksi aktivitas enzim hanya memerlukan alat fotometri, sensitivitas merupakan fungsi penanda serta sering kali dapat menghindari tahap pemisahan (Entwistle dan Ridd, 1995). Flynn et al. (1981) menyatakan bahwa teknik ELISA dapat digunakan untuk menggantikan teknik RIA dalam analisis hormon insulin.
Penggunaan sistem ELISA dalam penelitian analisis hormon baik dalam riset maupun dalam penerapan klinis sekarang sedang mengalami peningkatan. Keunggulan yang dimiliki teknik ELISA mengakibatkan teknik ini cepat populer. Di negara berkembang teknik ELISA lebih memungkinkan untuk dilakukan karena tidak membutuhkan pemakaian radioisotop. Berdasarkan alasan – alasan di atas maka perlu adanya suatu kajian untuk menganalisa teknik ELISA untuk analisis hormon khususnya hormon reproduksi.
2.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengkaji secara mendalam mengenai penggunaan teknik ELISA dalam analisis hormon yang sangat membantu bagi berkembangnya pengetahuan khususnya di bidang reproduksi.
II. PEMBAHASAN
2.1. Teknologi ELISA Untuk Asai Hormon
Secara singkat dapat dikatakan bahwa teknologi ELISA yang digunakan untuk asai hormon dalam cairan tubuh adalah sistem competitive enzyme immunoassay yang analog dengan teknik RIA. Antigen yang berlabel dan antigen yang tidak berlabel saling bersaing untuk berikatan dengan tapak pengikatan antibodi yang terdapat dalam jumlah terbatas. Saturasi antibodi terjadi secara simultan bila semua reaktan diinkubasikan bersama – sama. Contoh reaksi seperti ini adalah ELISA untuk mengukur progesteron, estradiol, dan kortisol. Pengukuran hormon kortisol dalam saliva menggunakan teknik ELISA dapat mengetahui tingkat stres yang di alami oleh organisme (Haussmann et al., 2007). Teknik ini tidak membutuhkan peralatan yang banyak (tabel 1).
Tabel 1. Peralatan untuk ELISA
Sumber : Haussmann et al. (2007)
Sistem ELISA berikutnya yang paling umum digunakan untuk mengukur kadar hormon adalah metode sandwich. Vaysse et al. (1998) menggunakan teknik ini untuk menganalisa hormon kelamin atau Sex Hormon Binding Globulin (SHGB). Langkah untuk menganalisa SHGB diantaranya :
- menyelubungi dengan antibodi SHGB
- saturasi dengan BSA
- pengkondisian untuk pencucian dan inkubasi
- analisis data.
Gambar 1. Perbandingan ELISA metode competitive enzyme immunoassay (A) dan sandwich (B) (Entwistle dan Ridd, 1995).
Teknik sandwich juga telah digunakan untuk asai Luteinizing Hormone (LH) dan Human Chorionic Gonadotrophin (HCG). Kebanyakan ELISA sandwich digunakan untuk antigen yang menggunakan antibodi monoklonal. Oda et al. (2002) menggunakan ELISA sandwich dengan antibodi monoklonal (MAbs) untuk menganalisa sekresi lipocalin-type prostaglandin D synthase (L-PGDS) yang meningkat pada pasien yang terkena gagal ginjal.
Hormon – hormon reproduksi estrogen, progesteron, kortisol, merupkan hormon yang tersusun dari steroid. Steroid tidak bersifat imunogenik secara alami karena senyawa ini mempunyai berat molekul yang rendah sehingga untuk dapat menghasilkan respons imun steroid harus diikatkan pada senyawa dengan berat molekul yang lebih tinggi. Banyak molekul besar yang telah dianjurkan tetapi antiserum paling lazim diproduksi dengan imunisasi melawan konjugat steroid-BSA (bovine serum albumin). Karena antiserum cenderung tak dapat membedakan perubahan di sekitar tapak konjugasi, antiserum spesifik yang dapat membedakan steroid –steroid yang sangat mirip hanya dapat dibuat jika tapak konjugasi letaknya distal terhadap gugus fungsional (Entwistle dan Ridd, 1995). Sebagai contoh pada analisis kortisol, antiserum handal hanya dapat diperoleh dengan menggunakan kortisol yang dikonjugasikan dengan BSA melalui cincin A.
Sejak teknik asai hormon dengan menggunakan ELISA ditemukan, perkembangan analisis hormon yang berpengaruh dalam fisiologis tubuh berkembang pesat. Berbagai jenis hormon dianalisis termasuk hormon pertumbuhan (Growth Hormone : GH). Davis et al., (1994) melaporkan prosedur asai untuk analisis serum growth hormon binding-protein (GHBP) dengan prosedur kuantitatif ELISA yang dapat digunakan untuk asai GH pada babi, sapi, atau kuda (gambar 2).
Gambar 2. Prosedur asai serum growth hormon binding-protein (GHBP) dengan kuantitatif ELISA
Berdasarkan prosedur dalam gambar 2, pada dasarnya analisa hormon secara kuantitatif dengan menggunakan ELISA untuk berbagai hormon sama yaitu meliputi prosedur menyelubungi dengan antibodi, saturasi, pengkondisian untuk pencucian dan inkubasi, dan terakhir didapatkan substrat berwarna.
Sejalan dengan perkembangan teknik ELISA, maka penggunaan teknik – teknik analisa kuantitatif dalam biokimiawi semakin berkembang. Lovendahl et al. (2003) mengembangkan teknik analisa hormon pertumbuhan (GH) pada ruminansia dengan menggunakan metode time-resolved immunofluorometric assay. Kelemahan yang ada pada prosedur asai dengan menggunakan ELISA yaitu lamanya waktu inkubasi dapat dipecahkan dengan teknik ini. Teknik ini dalaporkanlebih sensitive, akurat, cepat, dan lebih ramah lingkungan. Time-resolved immunofluorometric assay sebenarnya hasil perkembangan dari teknik ELISA. Teknik ini menggunkan pewarnaan fluorescents yang telah sukses untuk menganalisis hormon insulin (Lovendahl and Purup, 2002).
Perkembangan lain dari teknik ELISA yaitu ditemukannya teknik micro-ELISA asai. Prosedur micro-ELISA dapat mengatasi permasalahan keterbatasan sample yang sering ditemukan dalam analisa kuantitatif di laboratorium (Wiese et al., 2001). Teknik ini menggunakan microarray platform yang dikembangkan berdasarkan metode sandwich ELISA.
Gambar 3. Rancangan Micro-ELISA
Perkembangan teknik ELISA sangat bermanfaat dalam ilmu kedokteran secara umum. Selain dapat mengidentifikasi penyakit-penyakit dan sistem imun, teknik ELISA juga dapat menganalisa penyakit karena gangguan fungsi hormonal tubuh. Seperti untuk menganalisa adiponectin yang merupakan hormon yang dapat digunakan sebagai biomarker untuk memonitor kemajuan dari pengobatan penyakit diabetes dan penyakit kardiovaskular (Sinha et al., 2007).
2.2. Penerapan Teknologi ELISA dalam Analisis Hormon Reproduksi
Teknologi ELISA semakin tersebar penerapannya dalam baik bidang riset maupun penerapan komersial. Ada dua masalah lama dalam manajemen reproduksi sapi yaitu masalah deteksi estrus dan diagnosis kebuntingan awal, keduanya dapat ditanggulangi dengan pengukuran kadar progesteron baik dalam darah maupun air susu.
Pada awalnya penelitian pada bidang ini menggunakan teknik RIA, tetapi kebutuhan akan kecepatan penanganan sampel menyebabkan berkembangnya teknik ELISA. Kebanyakan penerapan teknik ELISA ini untuk mengukur kadar progesteron dalam air susu pada peternakan sapi perah sebagai petunjuk diagnosis kebuntingan awal (Entwistle dan Ridd, 1995). Keberhasilan uji progesteron dalam air susu tergantung pada pengambilan satu sampel yang tepat waktu yaitu antara 21 dan 24 hari setelah inseminasi. Banyak hasil penelitian telah menunjukkan bahwa satu sampel susu telah terbukti tepat 100 % untuk menguji hasil tes negatif (tidak bunting) dan 85 % untuk hasil tes positif (bunting). Penerapan dalam penelitian lainnya adalah dalam uji mortalitas embrio sapi dan penelitian endokrinologi siklus estrus dalam kebuntingan.
III. KESIMPULAN
- Uji kekebalan enzimatis sering kali disebut enzyme-linked immuno-sorbent assay (ELISA) yang menghubungkan spesifitas antibodi dengan kepekaan uji enzimatis dengan spektrofotometer biasa atau antigen dilekatkan pada enzim yang mudah ditera.
- Secara singkat dapat dikatakan bahwa teknologi ELISA yang digunakan untuk asai hormon dalam cairan tubuh adalah sistem competitive enzyme immunoassay dan metode sandwich.
- Penerapan teknik ELISA dalam bidang reproduksi ternak yaitu untuk mengukur kadar progesteron dalam air susu sebagai petunjuk diagnosis kebuntingan awal; uji mortalitas embrio sapi; dan penelitian endokrinologi siklus estrus dalam kebuntingan.
DAFTAR PUSTAKA
Entwistle, K. W., dan C. A. J. Ridd. 1995. Teknologi ELISA dalam diagnosis dan penelitian : Asai hormon dengan ELISA. Editor G. W. Burgess. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. (Diterjemahkan : W. T. Artama dan E. Moeljono)
Haussmann, M. F., C. M. Vleck, and E. S. Farrar. 2007. A laboratory exercise to illustrate increased salivary cortisol in response to three stressful conditions using competitive ELISA. Adv. Physiol. Educ. 31: 110–115.
Sinha, M. K., T. Songer, Q. Xiao, J. H. Sloan, J. Wang, S. Ji, W. E. Alborn, R. A. Davis, M. M. Swarbrick, K. L. Stanhope, B. M. Wolfe, P. J. Havel, T. Schraw, R. J. Konrad, P. E. Scherer, and J. S. Mistry. 2007. Analytical Validation and Biological Evaluation of a High–Molecular-Weight Adiponectin ELISA. Clinical Chemistry 53 (12): 2144–2151.
Oda, H, Y. Shiina, K. Seiki, N. Sato, N. Eguchi, and Y. Urade. 2002. Development and Evaluation of a Practical ELISA for Human Urinary Lipocalin-Type Prostaglandin D Synthase. Clinical Chemistry 48 (9): 1445–1453.
Flynn, S. D., D. F. Keren, B. Torrettl, R. C. Dleterle, and S. Grauds. 1981. Factors Affecting Enzyme-Linked Immunosorbent Assay(ELIsA) for Insulin Antibodiesin Serum. Clinical Chemistry, 27 (10): 1753-1757.
Vaysse, J., M. Beaugrand, and M. Pontet. 1998. Measurements of Total and Desialylated Sex Hormonebinding Globulin in Serum by ELISA. Clinical Chemistry 44 (4): 882 – 884.
Davis, S. L., N. B. Wehr, D. M. Laird and A. C. Hammond. 1994. Serum growth hormone-binding protein (GHBP) in domestic animals as measured by ELISA. J Anim Sci 72:1719-1727.
Wiese, R., Y. Belosludtsev, T. Powdrill, P. Thompson, and M. Hogan. 2001. Simultaneous Multianalyte ELISA Performed on a Microarray Platform. Clinical Chemistry 47 (8): 1451–1457.
Lovendahl, P., J. Adamsen, R. Lund and P. Lind. 2003. Technical note: Time-Resolved immunofluorometric assay for growth hormone in ruminants. J Anim Sci. 81:1294-1299.
Lovendahl, P., and H. M. Purup. 2002. Technical note: Time-resolved fluoro-immunometric assay for intact insulin in livestock species. J. Anim. Sci. 80:191–195.