Showing posts with label wisdom. Show all posts
Showing posts with label wisdom. Show all posts

Tuesday, 28 April 2015

Cerita-Cerita Citra


Sebagian orang yang menempuh studi di luar negeri banyak menuangkan tulisannya dalam blog. Alasannya, mungkin sekedar untuk mengisi waktu, mengatasi rasa rindu dengan kampung halaman, berbagi ilmu, ingin sharing (pada kondisi tertentu bisa juga dikatakan pamer sih), sedang belajar menulis, ingin menunjukkan eksistensinya, atau hanya ingin curhat. Terlepas dari berbagai macam alasan yang dipakai, positif ataupun negative, saya banyak menggunakan tulisan – tulisan di blog sebagai referensi tentang kehidupan di luar negeri. Pengalaman-pengalaman yang dituliskan di blog lebih nyata, dan terkadang informasi yang diberikan lebih detail menyangkut hal – hal kecil. Dan sekarang saya juga mulai menulis blog lagi setelah vakum sekian lama karena disibukan dengan aktifitas menulis yang lain seperti menulis sms, status dan chating di media social. Tulisan saya kali ini bergaya santai tapi semoga saja ada pesan moralnya, kalau tidak ada jangan dipaksakan, tidak usah repot-repot. Itung-itung lagi belajar nulis, dari pada saya belajar nyopet?
Sejak lahir saya dibesarkan di negeri kaya Indonesia, bahkan kata Koes Plus yang ada di negeri sana bukan lautan hanya kolam susu,  tongkat kayu dan batu pun jadi tanaman. Tetapi apakah kata koes plus itu benar? Atau hanya sekedar pencitraan? (hihi… akhirnya kena juga ni kata pencitraan, dari tadi bikin paragraph pembuka susah amat) Memang tulisan saya kali ini menganai pencitraan, negeri citra. Sebuah negeri yang banyak dihuni citra. Bukan citra sekolastika, tapi orang-orang yang dibuai dengan citra, bersusah payah membangun citra dengan bergai dalih.
Awalnya saya ingin mencarai definisi citra terlabih dahulu di literature yang dapat dipercaya, agar tulisan ini berbobot. Tapi kelamaan, bisa-bisa sampai si citra nikah tulisan ini belum jadi, toh kalo cuman ingin berbobot tinggal di tulis di batu aja ntar malah bisa diasah jadi batu akik.
Ya sudahlah, citra saya tulis berdasar kaca mata saya (padahal aslinya nggak pake kacamata lho). Definisi pencitraan menurut Cumplung et. ol. (2015) adalah membuat orang lain terkesan dengan apa yang kita lakukan, berusaha mempengaruhi orang lain agar diri dinilai baik, pamrih dan terkadang penuh tindakan kepalsuan. Sebenarnya susah juga sih mendifinisikan pencintraan dengan kata-kata bagi saya, terkadang batasannya tipis banget antara positif dan negatif, tapi saya yakin dengan naluri kebaikan yang ada di setiap jiwa manusia pada dasarnya setiap manusia tahu apakah tidakan yang dilakukannya itu sebatas pencitraan atau memang didorong keihklasan dan ketulusan dalam Bahasa kerennya mungkin altruistic.
Langsung sajalah, susah nyari paragraph yang bagus lagi, berikut beberapa kasus pencitraan yang dapat saya rangkum dari TKP:

Pencitraan dunia pendidikan
Pendidikan itu membangun sumeberdaya manusia, dan membangun sumberdaya manusia itu lebih sulit dari pada membangun jembatan atau rumah. Sulit sih, tetapi pembangunan SDM merupakan yang paling mendasar. Tanpa mengesampingkan jasa-jasa guru, dosen, dan tenaga pendidik yang sudah dengan penuh keikhlasan mendidik setiap anak bangsa, kali ini saya menyampaikan bahwa dalam beberapa hal, pendidikan kita adalah pencitraan.
Pertama, ketika kurikulum mengajarkan para siswa untuk berlaku jujur, justru ajaran kejujuran selama 6 tahun atau 3 tahun harus runtuh dalam seminggu hanya karena mengejar nilai Ujian Nasional. Dengan dalih bukan hanya muridnya saja yang malu jika siswanya tidak lulus, tetapi citra guru, citra kepala dinas, citra orang tua akan hancur jika ada ketidaklulusan disekolahnya. Maka demi pencitraan ada oknum orang tua dan guru yang membolehkan ketidak jujuran, mencontek, menyebarkan soal bocoran, atau bahkan depelosok negeri yang tak terpantau gurunya yang mengerjakan soalnya.
Kedua, kurikulum pendidikan kita masih  dipenuhi dengan pencitraan. Pengalaman saya ketika sekolah, setiap hari dijejali dengan rumus-rumus, teori-teori, definisi-definisi-, istilah-istilah, yang begitu banyakyang terpaksa dalam beberapa pelajaran harus dihafal tanpa dipahami. Luar biasa memang anak Indonesia, ibarat burung pelajaran yang diberikan bukan hanya bagaimana caranya terbang, tapi bagaimana menyelam, berenang, berlari. Anak-anak Indoesia juga banyak yang luar biasa, dalam hampir di setiap olimpiade sains internasional selalu ada saja yang dapat medali. Tetapi herannya, setelah diri inimulai menua (anaknya dua) dan masih harus sekolah mencari literature yang dihasilkan pemikir-pemikir dalam negeri ternyata susah, jumlah pemikir-pemikir dari Indonesia ternyata sangat terbatas, publikasi internasional para peneliti Indonesia terbatas, hak paten para peneiliti Indonesia terbatas. Saya pikir kesalahan yang mendasar bukan teori-teorinya, rumus-rumusnya, atau definisi-definisinya. Tetapi pada cara pengajaranya yang masih banyak cara pencitraan, dimana citra dibangun dengan tingginya nilai akhir, nilai ulangan, dll. Jadi yang dikembangkan bukan pola berpikir analitis siswa, tapi pola mendapatkan nilai angka, bukan nilai-nilai kehidupan seperti kejujuran.

Media sarang Pencitraan
Media memegang peranan penting dalam membangun citra. Jika bermaksud untuk membangun citra, yang paling cepat ya lewat media. Tidak harus lewat TV, koran, atau majalah. Dengan berbekal koneksi internet saja sudah cukup untuk membangun citra (seperti saya ini, tapi semoga saja niat saya bukan untuk pencitraan). Banyak media abal-abal yang dibentuk khusus untuk membangun citra. Dan ketidaksiapan pembaca media terkadang seseorang begitu saja mempercayai berita dari media apapun tanpa mengecek terlebih dahulu. Bahkan ada yang lebih parah, hanya dengan membaca judulnya saja sudah terpengaruh begitu dalam.
Dalam lingkup yang lebih sempit, pencitraan individu, media social menjadi alat paling jitu bagi program pencitraan. Seringkali beberapa orang terpeleset dengan sesautu yang diposting di media social, contoh sederhananya ada beberapa orang yang bermaksud untuk sharing kegiatan ibadahnya justru malah terjebak dalam aktifitas riya dan pencitraan. Tidak jarang di media social sering muncul kalimat “ Alhamdulillah… meskipun mesjidnya jauh dan hari hujan tapi tetap semangat untuk sholat jumat” atau bahkan kalimat “kasihan sekali tadi lihat nenek tua masih harus jualan kue, semoga uang saya tadi bermanfaat meskpipun cuma sepuluh ribu”. Kalau membaca ini terkadang saya ingat istilah teman kantor saya (Pak Muzammil) yaitu merendah di atas bukit, jadi orang terlihat merendah tetapi tujuannya itu agar orang menilai betapa tingginya bukit miliknya. Sebenarnya sangat sulit menilai negative atau positif postingan tadi, tergantung dari tujuan hati si penulis, apakah untuk pencitraan, atau karena ingin sharing agar orang lain melakukan kebaikan yang sama. Jadi hati-hati, batas positif dan negatifnya sangat tipis.

Banyak lagi sih cerita tentang citra dengan pencitraanya. Tapi dari pada nanti terkesan saya sedang menceritakan citra diri bisa nulis banyak, maka sekian dulu ceritera-ceritera pencitraan saya. Semoga saja saya dan kita semua dihindarkan dari pencitraan, kecuali bagi yang memiliki pasangan bernama citra semoga didekatkan selalu pen-citraanya….
Semoga ketulusan dan keihklasan selalu menjadi dasar dari perbuatan kita….Aamiin…

Friday, 23 January 2015

Belajar Filosofi Warna

Salah satu nikmat luar biasa yang diciptakan oleh Tuhan yaitu warna. Bayangkan jika dunia ini benar-benar tidak mempunyai warna, betapa bosannya kita, semua akan terlihat sama. Ternyata dari warna kita dapat belajar banyak hal tentang filosofi hidup:

Warna memberi bukti jika perbedaan adalah anugerah
Pernahkan kita melihat pelangi? Apa yang kita rasakan ketika melihat pelangi? Indah bukan? Sungguh Agung dan Maha Besarnya sang pencipta keindahan berupa pelangi itu. Tapi jika kita pikir lebih dalam ternyata penyebab keindahan dalam pelangi itu adalah perbedaan, perbedaan warna. Bayangkan jika pelangi hanya satu warna, masihkah terlihat indah? Dari hal ini kita dapat belajar jika perbadaan adalah anugerah yang di ciptakan Tuhan. Janganlah perbedaan itu menjadi alat penghancur peradaban kita sendiri. Sikapilah perbedaan dengan bijak.

Dari warna kita tahu jika di dunia ini tidak ada yang mutlak positif atau negatif
Hitam dan putih merupakan warna netral, sedangkan kuning, merah, biru merupakan warna dasar. Kita dapat meciptakan warna-warna lain dengan mengkombinasikan berbagai warna dasar tadi. Tetapi diantara warna tadi ternyata tidak ada warna terkuat yang dapat menutup semua warna tanpa menghasilkan warna baru. Warna hitam sebagai gambaran dari hal-hal negatif mungkin dapat menggelapkan warna-warna lain, tetapi tetap saja ada warna baru yang muncul, tidak seutuhnya hitam. Ini menggambarkan dari sesuatu yang negative masih ada sifat positif. Begitu pula jika kita mencampurkan warna putih ke warna-warna lain warna putih itu akan menjadi lebih gelap dari pada yang putih murni, sebagai gambaran jika dalam hal-hal positif juga memiliki sisi negative.

Warna menciptakan persepsi
Warna dapat menggambarkan karakter seseorang. Orang yang menyukai warna tertentu memiliki sifat tertentu pula. Walaupun sebenarnya karakter seseoranglah yang  mempengaruhinya untuk menyukai warna tertentu. Penyebabnya adalah karena warna dapat memberikan persepsi bagi yang melihatnya. Sebagai contoh orang yang memiliki karakter periang, ceria, dan optimis akan memilih warna kuning sebagai warna favorit. Hal ini karena warna kuning dapat memberikan kesan tersebut bagi orang yang melihatnya.

Belajar dari filosofi warna tersebut….
Kita semua sudah diciptakan sesuai porsinya masing-masing, itulah mengapa kita diciptakan beda, tujuannya untuk memberikan peran positif dalam kehidupan sesuai dengan porsi kita. Jangan pernah memaksakan orang lain untuk memiliki warna sama seperti kita. Atau kita terwarnai sama persis seperti orang lain. Ambil bagian baik dari warna orang lain, dan jika ingin mewarnai orang lain dengan warna kita, berikanlah warna baik kita kepada orang lain. Mari kita berlomba-lomba untuk mencapai kesempurnaan, meskipun kita bukan makhluk yang sempurna.


Semoga bermanfaat…

Thursday, 22 January 2015

Setiap nikmat adalah ujian

Secara psikologis tujuan hidup manusia dapat diartikan hanya mencari kebahagiaan. Jika ilmu dapat mebuat manusia bahagia, maka sebagian orang akan mengejar ilmu itu. Jika uang dapat membuat manusia bahagia, maka sebagain orang akan mengejar materi itu. Jika kekuasaan dianggap dapat menjadikan manusia bahagia maka sebagian orang akan mengejar kekuasaan itu. Jika manusia menganggap ketenaran dapat menjadikan manusia bahagia, maka dia akan mengejar ketenaran itu. Walaupun pada akhirnya setelah semua tercapai manusia belum tentu capaian itu membuat bahagia.

Pada dasarnya apa yang kita terima itu adalah bentuk amanah. Kebaikan atau kemalangan yang kita dapatkan dapat menjadi malapetaka atau nikmat yang membahagiakan. Tergantung kita dalam memanfaatkan. Setiap nikmat yang kita terima tentunya ada titipan nikmat orang lain. Contoh sederhananya adalah nikmat sehat. Kesehatan yang kita miliki jika tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik seperti beribadah kepada Allah SWT tentunya akan menyebabkan malapetak kepada kita, jangan sampai tertipu dengan nikmat semu duniawi seperti berbuat hal-hal yang dilarang agama. Pada dasarnya semua larangan yang diberikan Allah SWT adalah demi kebaikan umat manusia. Tetapi sering kali manusia tertipu dnegan nikmat semu yang sebernarnya bersifat sementara. Kesehatan yang kita miliki juga harus dimanfaatkan untuk memberi manfaat kepada orang lain. Jika kita memanfaatkan kesehatan kita dengan benar tentunta titipan nikmat sehat kita akan bermanfaat bagi orang lain. Contoh sederhana seorang penjual nasi uduk di pagi hari, ketika dia menggunakan waktu sehatnya untuk berjualan dengan baik, dia telah memberi manfaat kepada orang lain dengan menolong orang yang tidak empat menyiapkan sarapannya di pagi hari. Sebaliknya jika dia sakit maka akan banyak pelanggan nasi uduknya yang merasa kehilangan di pagi hari. Ini bukti bahwa nikmat sehat yang diberikan pada nasi uduk ada titipan nikmat bagi orang lain juga.
Jadi mari kita gunakan nikmat yang kita dapatkan dengan baik agar nikmat itu tidak berubah menjadi malapetaka. Karena sejatinya nikmat itu adalah Ujian. Seperti firman_Nya

 “jika kalian bersyukur pasti akan Aku tambah ni’mat-Ku padamu tetapi jika kalian kufur sesungguhnya adzab-Ku amat pedih”.(QS 14:7)

Semoga bermanfaat….

Tuesday, 20 January 2015

Alasan Mengapa Profesi Petani Cukup Membanggakan


Petani merupakan profesi yang cenderung kotor, tidak prestisius, ndeso, dan tidak diminati generasi muda. Tetapi tahukah anda jika petani merupakan profesi yang sangat mulia. Berikut beberapa alasan mengapa bertani menjadi profesi yang mulia dan patut untuk dibanggakan:

1.  Petani menyediakan pangan untuk dirinya, keluarganya, bahkan penduduk di negaranya
Pangan merupakan senjata terampuh di dunia, bukan nuklir atau senjata pemusnah masal lainnya. Negara yang memiliki angkatan bersenjata terkuat atau bahkan senjata pemusnah masal tercanggih, tetapi tidak memiliki pangan akan musnah dengan sendirinya tanpa diserang oleh negara lain. Sebagian besar orang juga ketika ditanya apa tujuannya bekerja pasti akan menjawab untuk mencari makan. Ini menjukkan bahwa makan itu merupakan merupakan hal yang paling utama dalam kehidupan manusia. Tidak perlu diragukan lagi, penyedia pangan disuatu negara itu petani, bukan pemerintah, bukan dokter, bukan presiden, bukan pengacara, bukan ilmuwan, bukan juga profesi-profesi lain yang selalu dianggap prestisius. Bisa pastikan semua bahan pangan bersumber dari pertanian. Bahkan tidak hanya bahan pangan, sebagian bahan baku industry juga berasal dari pertanian. Jadi sungguh besar jasa para petani yang telah merelakan tenaganya untuk memberi makan orang seluruh negeri. Sungguh profesi yang mulia.

2.  Petani adalah entrepreneur sejati
Definisi dari entrepreneur yaitu seeorang yang  mempunyai dan membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, serta asset yang lainnya pada suatu kombinasi yang mampu melakukan suatu perubahan/ menambahkan nilai yang lebih besar daripada nilai yang sebelumnya. Mengacu pada definisi tersebut tentunya petani sangat layak dikatakan seorang entrepreneur. Dikatakan sebagai petani kalau dia memiliki lahan sebagai asset, dan menggarap lahanya dimana dalam menggarap lahan tentunya dibutuhkan input produksi berupa bibit/benih, pupuk, dan tenaga kerja. Dikatakan entrepreneur sejati karena pada leveltertentu petani dapat sangat mandiri. Input produksinya bisa dia hasilkan sendiri seperti membuat  bibit sendiri, mengasilkan pupuk sendiri. Petani juga memiliki mental wirausahan sejati, yaitu berani mengambil resiko. Bahkan resiko yang diambil cukup besar, seperti resiko keadan alam yang  tidak bersahabat, gagal panen akibat hama atau penyakit, dan resiko jatuhnya harga jual produk.

3.  Petani selalu pantang menyerah
Petani yang sesungguhnya tidak pernah menyerah meskipun sudah berkali-kali gagal panen. Meskipun sudah gagal dia selalu menanam lagi, meskipun  resiko gagal panen lagi masih menghantui. Prinsipnya yaitu tidak ada yang benar-benar gagal, kalau menanam pasti akan panen, kalau masalah untung rugi itu sudah biasa. Tetapi selama dia masih dapat memanen hasil dan cukup untuk makan keluarganya dia akan tetap bertani.

4. Petani merupakan gambaran hidup sederhana yang sesungguhnya

Kalau mau tahu kehidupan sederhana yang sesungguhnya kita bisa berkaca pada petani. Kehidupan petani sangat jauh dari hingar bingar gaya hidup hedonis, meskipun seandainya seorang petani mampu untuk bergaya hidup hedonis. Jika kita tidak melihat dan mengkalkulasi lebih jauh tentang harta petani, sangat mungkin kita tertipu dengan penampilan petani. Di masyaralat perkotaan, sering kali tolak ukur kekayaan seseorang itu dengan kepemilikan barang-barang mewah seperti rumah mewah, mobil mewah, pakaian dan asesoris mahal, deposito yang dimiliki. Tidak jarang petani yang hanya memakai pakaian sederhana, tidak memarkir mobil mewah, tidak tinggal dipemukiman elit, sebernarnya memiliki harta yang berlimpah, bahkan dapat mencapai milyaran rupiah. Harta ini tersimpan dalam bentuk tanah dan hewan ternak yang tidak tampak pada penampilan luar petani. Jadi jika melihat petani jangan hanya melihat penampilan luarnya saja, tahu-tahu kita bisa tertipu.  

5. Petani itu visioner
Pada umumnya seorang petani menabung uangnya dalam bentuk tanah. Tanah adalah bentuk investasi yang sangat menjanikan. Harga tanah selalu naik. Jumlah penduduk akan selalu bertambah, kebutuhan akan pemukiman, dan pangan semakin meningkat. Smentara luasan tanah tidak semakin bertambah. Bisa dipastikan harga tanah akan selalu naik. Maka investasi dalam bentuk tanah termasuk pola pikir visioner. Umumnya petani menyimpan hartanya dalam bentuk tanah untuk diwariskan kepada anak-anaknya.

6. Bahagianya petani adalah bahagianya keluarganya
Sering kali penggambaran petani ditunjukan dengan adegan sederhana, yaitu disaat sang suami sedang bekerja diswah, sang istri atau bahkan anak-anaknya mengirimkan makanan untuk makan siang si suami. Itu merupakan bukti dari ungkapan bahagia itu sederhana yang sesungguhnya. Satu keluarga petani memiliki cukup waktu untuk bersama keluarga, tidak jarang petani yang mengerjakan usaha pertaniannya hanya dengan menggunakan tenaga kerja keluarga. Wujud keharmonisan rumah tangga yang sesungguhnya.