Sejak beberapa bulan lalu dan puncaknya diminggu ini, timeline media sosial dipenuhi dengan status #omteloletom. Begitu dahsyatnya #omteloletom tersebut sampai beberapa selebritas dunia pun meresponnya. Telolet berawal dari kreatifitas para bismania memasang klakson variatif berbunyi telolet, mendorong aktifitas sekelompok anak-anak yang haus hiburan untuk meminta sopir bus membunyikan klakson tersebut, om telolet om merupakan kalimat yang digunakan anak-anak tersebut sewaktu meminta. Setelah rekaman video itersbut diunggah ke internet, dibagikan secara viral, #omteloletom menjadi trending topik, sehingga mendunia. Sebenarnya sebagai orang yang pernah sedikit mengalami kehidupan angkutan bus/truck. Klakson telolet tidaklah baru, bahkan sekitar tahun 2002 saya pernah memasang klakson ini di mobil kijang kotak pick up keluaran tahun 80 yang digunakan untuk angkutan barang. Omteloletom menjadi mendunia gara-gara nitizen membombardir akun-akun media social para pesohor dunia dengan komentar om telolet om.
Kali ini saya mencoba untuk menghubungkan fenomana om telolet om ini dengan sesuatu yang sebenarnya tidak berhubungan. Sejak banyaknya media abal-abal yang suka menghubungkan sesuatu yang sebenarnya tidak berhubungan, kemampuan serupa juga secara tidak sengaja terasah pada diri saya.
Menurut survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) sepanjang 2016 mengungkapkan bahwa 132,7 juta orang dari 256,2 juta orang penduduk Indonesia telah terhubung ke internet. Jika merujuk pada data kominfo bahwa 95% pengguna internet di Indonesia menggunakan media sosial maka ada sekitar 130 juta pengguna media sosial.
Country Business Head Twitter Indonesia Roy Simangunsong mengatakan, jumlah cuitan orang Indonesia selama Januari hingga Desember 2016 mencapai 4,1 miliar tweet. Roy menambahkan, jumlah pengguna aktif twitter di Indonesia mencapai 77 persen dari seluruh pengguna di dunia. Data ini baru merujuk pada satu media social twitter, belum facebook, instagram, line dll. Hal ini menjukkan betapa orang Indonesia itu cerewet di media sosial.
Jadi tidak heran jika seluruh pengguna media sosial aktif di Indonesia bersatu dan membombardir akun-akun para pesohor dengan satu komentar dan tagar yang sama, maka dalam sekejap dapat menjadi trending topic world wide. Begitu juga dengan bombardier #omteloletom.
Kekuatan besar linimasa tersebut dapat berdapak negatif dan positif tergantung bagaimana para pengguna akan memanfaatkan media sosialnya. Seperti cuitan Barack Obama di twitter yang menganggap om telolet om itu senjata baru dari Indonesia. Senjata dapat bermanfaat atau jadi malapetaka, tergantung saipa yang memegang. Hanya saja yang terlihat akhir-akhir ini ternyata, timeline media soisal saya lebih banyak depenuhi oleh hal-hal negative dari media sosial. Seperti hoax, status/tulisan provokatif, mengandung kebencian, radikal, hujatan, saling serang, atau memecah belah bangsa dan umat. Ketika kita membuat status tentu saja anggapan kita adalah benar, kecuali jika orang yang mebuat status tersebut tergolong orang yang sudah tidak dapat ditolong karena sudah tahu salah masih saja ngeyel nyetatus. Tetapi cobalah untuk memandang kebenaran itu dari dua sisi agar kita dapat berbuat adil. Dari sudut kita yang nyetatus dan sudut orang si target status, jika kita saja tersinggung atau tidak senang jika ada orang berkata kasar, menyebarkan hoax, atau memfitanh kita. Tentunya orang lain juga.
Kemudian satu lagi yang saya amati yaitu fenomena “share”. Ada saja orang yang dengan mudahnya membagikan berita apa saja yang kebetulan sedang menggambarkan suasana hati atau pendapatnya saat itu tanpa membaca detail, menganalisa berita itu benar atau salah terlebih dahulu. Meskipun terkadang tujuannya mengingatkan kepada kebaikan. Tetapi sudah seharusnya tujuan yang baik menggunakan cara yang baik pula. Agar tidak timbul masalah dikemedian hari nanti, jangan asal baik dulu sekarang, tapi seyogyanya bisa baik sekarang dan seterusnya. Jika ternyata berita yang kita share ternyata hoax dan ada maksud terselubung, selanjutnya malah akan merugikan kebaikan itu sendiri, lama-lama kebaikan akan ditinggalkan orang.
Jadi jika kita masih menginginkan ada kedamaian, kebaikan, ketentraman, bagi kita dan generasi selanjutnya setelah kita, maka gunakanlah media sosial secara bijak, kurangi nyetatus yang mengintimidasi orang atau golongan tertentu, sebarkan kebaikan dengan cara-cara yang baik.
Sesuai janji saya tadi, inti tulisan ini tidak terhubung langsung dengan om telolet om, tetapi karena saya menggunakan teknologi wireless jadi tidak perlu koneksi langsung untuk menghubungkan sesuatu. Semoga bermanfaat, kalau pun tidak setidaknya saya sedang nostalgia dengan bunyi klakson telolet.